FAKTAPUBLIK.ID – Aroma politik jelang Musyawarah Daerah (Musda) VI Partai Golkar Kabupaten Boalemo yang rencananya digelar pada bulan Oktober semakin menguat. Meski regulasi partai mengatur seorang Ketua DPD II hanya bisa menjabat dua periode, suara kader di tingkat bawah hingga pengurus kecamatan justru semakin lantang menginginkan satu nama: Lahmudin Hambali.
Lahmudin, yang kini juga menjabat Wakil Bupati Boalemo, seolah menjadi figur tak tergantikan. Kharismanya memimpin partai selama dua periode, ditambah rekam jejak sebagai pejabat publik, membuat banyak kader menilai bahwa keberlanjutan kepemimpinannya adalah kebutuhan, bukan sekadar pilihan.
Hal ini terungkap dalam rapat persiapan Musda VI yang digelar DPD II Partai Golkar Boalemo, pada Jumat (22/8/2025). Rapat yang dipimpin langsung Lahmudin Hambali bersama Sekretaris DPD II, Djafar Latif Kilo, memperlihatkan satu fakta politik yang sulit dibantah yakni kuatnya dukungan kader yang masih menginginkan Lahmudin memimpin.
Bahkan, Ketua Panitia Musda VI, Silvana Saidi yang juga anggota DPRD terpilih periode 2024–2029 menegaskan bahwa keputusan Musda VI akan tetap menghormati mekanisme partai, namun tidak menutup ruang bagi adanya diskresi dari DPD I Partai Golkar, sebab meski Lahmudin Hambali sudah dua periode memimpin, para kader dan pengurus masih menginginkan Lahmudin melanjutkan kepemimpinan, sehingga diskresi dinilai sebagai opsi yang layak dipertimbangkan.
Pernyataan Silvana ini bukan sekadar basa-basi politik. Ia bahkan menyinggung strategi, di mana pengurus, pimpinan kecamatan, hingga panitia Musda dipandang perlu menjalin silaturahmi dengan Ketua DPD I Golkar Provinsi Gorontalo untuk membuka kemungkinan diskresi.
Diskresi inilah yang menjadi kunci. Jika dikabulkan, Lahmudin praktis akan kembali melenggang mulus sebagai Ketua DPD II Golkar Boalemo. Namun, bila tidak, wacana yang berkembang adalah Lahmudin berpotensi naik kelas, bergabung ke jajaran DPD I Partai Golkar Provinsi Gorontalo.
Situasi ini jelas menjadi sinyal politik kuat, kader di Boalemo lebih memilih mempertahankan kepemimpinan Lahmudin ketimbang membuka ruang kompetisi. Dalam bahasa lain, soliditas partai di Boalemo dibangun di atas figur, bukan sekadar struktur.
Musda VI yang dijadwalkan Oktober mendatang bukan lagi menjadi arena pertarungan kandidat, melainkan panggung pembuktian loyalitas kader terhadap Lahmudin Hambali. Sebuah fenomena politik yang patut dicatat, bahwa di tengah keterbatasan aturan, kehendak kader bisa saja membuka jalan lahirnya sebuah pengecualian.
Kini bola ada di tangan DPD I Golkar Provinsi Gorontalo. Apakah aspirasi kader Boalemo untuk mempertahankan Lahmudin Hambali akan diberi karpet merah, atau justru diarahkan naik kelas ke DPD I Partai Golkar, entah sebagai Wakil Ketua I atau posisi strategis lain, kita tentu masih harus menunggu perkembangan berikutnya. Jawaban itu akan menentukan arah dan wajah Golkar Boalemo di masa mendatang. (*) Ly






